PERANAN PEMUDA GEREJA DALAM PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM




Dimuat dalam Majalah OIKOS PGIW Sumut



Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, demikian dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan tersebut mengandung amanat untuk menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia yang berdasarkan keadilan dan kebenaran di bumi persada Indonesia ini. Hukum berperan untuk menciptakan keteraturan, ketertiban dan kedamaian serta kerukunan di tengah-tengah masyarakat.   Di mana ada manusia di situ ada hukum,  dalam setiap relasi antar manusia mengandung hak dan kewajiban. 
Apabila segenap lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum menjunjung tinggi supremasi hukum, sudah barang tentu Hukum yang berkeadilan dapat ditegakkan. Kenyataan hal tersebut adalah suatu harapan yang jauh dari realita, karena secara umum terjadi pemerosotan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tentang hukum. Sikap main hakim sendiri (Eigenrichting), bahkan tindakan-tindakan lain yang menjurus kepada anarkhisme (sering terjadi dalam unjuk rasa), adalah suatu ironi bahwa negara ini adalah negara hukum, namun hukum seolah-olah kehilangan peran dan fungsinya. Persoalannya tidak hanya terletak di pundak aparat penegak hukum, tetapi juga sangat tergantung pada sikap dan prilaku masyarakat dalam  berbangsa dan bernegara.
Pemuda hari ini, adalah pemimpin hari esok, karenanya sangat dibutuhkan peranan Pemuda Gereja calon pemimpin bangsa dalam penegakan hukum yang berkeadilan.  Masyarakat madani (civil society) bisa terwujud bila dibangun di atas sendi-sendi demokrasi, pluralisme, tegaknya supremasi hukum, kebebasan menyampaikan pendapat serta nilai-nilai universal lainnya yang menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai sesuatu yang asasi.
Upaya menegakkan supremasi hukum untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis paling tidak ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu : Pertama hukum dijunjung dan ditempatkan sebagai penentu bentuk dan cara melakukan hubungan hukum beserta segala akibat yang timbul dari hubungan atau peristiwa hukum ; Kedua supremasi hukum menuntut ketundukan  pada hukum. Dalam berbagai konsep teori, maupun wacana, tuntutan ketundukan pada hukum lebih ditujukan kepada penyelenggara atau kepada pemegang kekuasaan (The ruling power), karena seperti diutarakan oleh Mantesqueiu : “berbagai pengalaman atau kenyataan secara ajeg menunjukkan, setiap orang yang memegang kekuasaan cenderung menjalankan kekuasaan itu tanpa batas”.
Dengan ungkapan yang lebih popular dari Lord Acton menyebutkan : “Power tends to corrupst absolutetetly”. Namun, pandangan yang menekankan pada ketundukan penyelenggaraan kekuasaan terhadap hukum belum menjamin sepenuhnya perwujudan supremasi hukum. Hukum, menurut pandangan ini lebih ditinjau dari fenomena kekuasaan. Dalam tataran tertentu seperti pendirian Marx hukum semacam ini semata-mata sebagai alat kekuasaan, yaitu alat untuk menindas rakyat banyak (kaum proletar). Hukum bukanlah semata-mata sebagai fenomena kekuasaan, hukum juga sebagai fenomena sosial, seperti yang diungkapkan Cicero :”Ubi sciets ibi ius”. Berdasarkan pengamatan ini, maka hukum itu mengandung dua sisi sekaligus, sebagai instrumen mengatur dan menyelenggarakan kekuasaan, dan sebagai instrumen mengatur dan menyelenggarakan hubungan sosial.
Ketundukan pada hukum bukan hanya menjadi tuntutan bagi para penyelenggara kekuasaan (aparatur hukum) tetapi juga menjadi keharusan bagi setiap anggota masyarakat khususnya generasi muda. Hanya dengan itu hukum akan menjadi realitas sosial bukan sekedar tuntutan normatif. Karena itu dalam upaya membangun supremasi hukum, selain secara gigih memperjuangkan  tatanan penyelenggara negara yang baik dan bersih (good and clean govermance)  juga harus didukung oleh ketundukan pada hukum dan perlunya kesadaran budaya sosial yang menjungjung tinggi hukum.
Pada pertengahan tahun 2013 ini jumlah pengguna Narkoba di Indonesia diperkirakan telah mencapai 4,7 juta jiwa. Lebih kecil dibandingkan dengan pengguna Narkoba di tahun 2012 yang mencapai 3.8 juta jiwa. Lebih mencengangkan lagi data dari PBB menyatakan pecandu Narkoba di Indonesia mencapai 47 juta jiwa,” ungkap Menteri Pemuda dan Olah raga Roy Suryo, saat membuka acara Merajut Indonesia, di lapangan AL Samuel Languyu. Hal ini mengindikasikan setiap tahun para pengguna Narkoba ini terus mengalami peningkatan. Ironisnya  40 persen pengguna Narkoba ini didominasi oleh Mahasiswa dan Pelajar atau generasi muda. (sumber www.manado.today.com – 19-05-2013).  Data BNN pada bulan Maret 2013, menyebutkan jumlah pengguna narkoba di Sumatera Utara sudah mencapai angka 228.246 pengguna dari 13.215.401 orang warga Sumut. Artinya, 1:58 orang waga Sumut terlibat narkoba, sungguh memprihatinkan.
Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas adalah generasi muda yang berada pada usia produktif, yakni 22 – 50 tahun. Terdapat  sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.
Data Kepolisian RI menyebutkan, pada 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (2,9% - 3,1 % dari Pendapatan Domestik Bruto/PDB Indonesia). Sedangkan pada 2011, terjadi kecelakaan sebanyak 109.776 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang. (sumber www.bin.go.id).
Sebenarnya korban kecelakaan tersebut bisa diminimalisir apabila para pengguna jalan yang didominasi kaum muda dapat mematuhi rambu-rambu jalan (peraturan lalu lintas). Kepatuhan yang lahir bukan karena takut ditindak oleh Polisi Lalu Lintas atau petugas lainnya, tetapi hal tersebut sudah merupakan budaya hukum berlalu lintas bagi dirinya.
Persoalan lain yang tidak kalah serius, menurut data Trafficking in Persons Report 2012 menyebutkan lebih dari 1,6 juta pekerja ilegal asal Indonesia bekerja di luar negeri. Berdasarkan data itu, 69 persen pekerja ilegal asal Indonesia di antaranya adalah perempuan, bahkan masih banyak anak-anak. Sebagian di antara mereka dipekerjakan secara eksploitatif sebagai tenaga seks. "Data itu juga menunjukan Indonesia menjadi salah satu wisata seks di dunia. Itu sangat memalukan,"  (sumber www.okezone.com.news 13-06-2013). BKKBN menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa, dimana pelakunya mayoritas adalah generasi muda, dengan trend kenaikan 15 % pertahun. Komnas PA bahkan mengatakan 62 % aborsi dilakukan oleh remaja (www.jurnas.com).
Secara jujur harus diakui ketiga persoalan hukum tersebut di atas merupakan bahaya serius yang mengancam kehidupan generasi muda. Karena itu, gereja harus lebih peduli kepada pembangunan iman dan karakter pemuda gereja. Selain itu, pemuda sebagai tiang gereja harus bangkit dan menyadari betapa kemajuan zaman ini memberikan andil menciptakan kemerosotan moral yang bermuara pada pelanggaran hukum, akibatnya banyak generasi muda menghabiskan sebagian masa hidupnya di balik jeruji besi, bahkan hilangnya nyawa secara sia-sia. Alkitab mencatat bahwa banyak pahlawan iman  yang memulai kisah keimanan mereka sejak masa muda, seperti Daud, Samuel, Daniel, Timotius, dll.  Generasi muda yang dipersiapkan dan dididik dengan baik dalam kebenaran dan cinta akan Tuhan pasti akan memberi dampak yang luar biasa bagi masa depan gereja. 
Pemuda gereja harus selektif dalam menjalin persahabatan.  Pergaulan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik. Amsal 18:24 menegaskan "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara". Saat-saat mengalami kesulitan, siapa yang berada di samping anda? Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai? Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa? Jawabannya dialah sahabat baik anda. Bersahabatlah dengan orang yang mengasihi dan mencintai Tuhan. Karena sumber dari segala sumber hukum adalah kasih, kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Orang yang memiliki integritas, tunduk dan taat kepada hukum bukan karena takut akan sanksi hukumnya, tetapi karena kasih yang mengalir dari dalam dirinya.
Pemuda memang memiliki semangat juang yang berkobar-kobar, spontanitas dalam kepolosan dan idealisme yang tinggi, penuh dengan dinamika serta gejolak emosional yang menggebu-gebu, harus mampu menguasai dirinya dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Raja Salomo berkata "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
Tetap semangat dan antusias, Cinta Tuhan, Cinta Tuhan dan Bangsa. ORA ET LABORA

Baca juga Kesaksian Saya: Cleaning Service Menjadi Ketua Pengadilan



[i] Hakim Pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPC GAMKI) Kota Medan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesaksian Aktor Pemeran The Passion Of The Christ

Kisah Nyata Missionaris David Flood dan Svea di Zaire

KESOMBONGAN MENDAHULUI KEHANCURAN