Sahabat Sejati, Masih Adakah?



SAHABAT SEJATI, MASIH ADAKAH?

(Dimuat Majalah Oikos PGI Sumut - Maret 2014)
Persahabatan adalah suatu hubungan yang sangat indah, tetapi sebaliknya bisa menimbulkan kebencian. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita disuguhi oleh berita-berita dari para pemangku kekuasaan politik di berbagai belahan dunia. Mulanya, mereka bekerjasama bahu membahu dengan segala daya dan dana merebut kekuasaan. Saat berada di puncak kekuasaan, jika terjadi “riak-riak kecil”, biasanya mereka akan saling melindungi satu sama lain. 

Beda halnya, ketika “angin topan mengancam kelangsungan pelayaran kapal itu, maka lazimnya nahkoda beserta para pemimpin pelayaran hanya mengorbankan segelintir orang. Mereka berdalih bahwa kesalahan yang terjadi bukan kebijakan organisasi.

Si pesakitan yang tercampak atau lebih serius mendekam di balik jeruji akan berkata, ia hanyalah sebagai korban yang tidak bertanggung jawab dari para koleganya. Di satu sisi, nahkoda dan kolega tetap berada di atas kapal itu, dengan bebas menikmati kenyamanan dan pemandangan indah. Mereka berusaha jaim 'jaga image' dengan melakukan “cuci tangan” bahwa mereka bersih tidak terlibat sama sekali. Yang salah hanyalah oknum, dan kesalahan itu  merupakan tanggung jawabnya pribadi.

Dalam tugas sehari-hari sebagai Hakim, penulis sering menghadapi kasus dan cenderung meningkat, pemuda dijebloskan ke penjara karena melakukan hubungan suami istri dengan wanita remaja atau anak baru gede. Biasanya perbuatan terlarang tersebut dilakukan bukan ketika baru kenal, melainkan melalui proses yang didahului dengan perkenalan, pertemanan, pacaran hingga melangkah lebih jauh. 

Ketika ditanya tentang motivasinya, si pemuda biasanya berkilah “Saya mencintainya” tetapi si wanita karena merasa malu atau takut sama orang tuanya dan supaya hukuman si pria lebih berat berkata “Saya dipaksa”. Walaupun bukti pemaksaan itu tidak ada, dan mereka melakukannya sudah berulang kali atas dasar suka sama suka. 

Cinta yang pria maksudkan adalah mengagumi kecantikan seraya mengeksploitasi kenikmatan seksual dari lawan jenisnya. Tragisnya, setelah mendapatkan “kenikmatan” itu,  si Pemuda tidak memerlukan hubungan itu lagi, semua berubah menjadi kebencian.

Bisa dipastikan dua contoh relasi yang demikian dilandasi oleh persamaan kepentingan. Namun ketika kepentingan itu berbeda bahkan berbenturan, maka mereka akan berkata “Sorry ya, saya sendiri belum tentu selamat, apalagi membantu untuk menyelamatkanmu.” Tentu,  kita tidak ingin menjalin hubungan yang demikian.

Aristoteles, dalam buku “Kitab Suci Etika” (Nicomachean Ethics) ada tiga alasan  dalam menjalin persahabatan, yakni kenikmatan, kegunaan, dan keutamaan. Persahabatan yang didasarkan pada kegunaan adalah persahabatan yang dibangun atas dasar manfaat. Orang akan meninggalkan persahabatan kalau hubungan itu pada akhirnya tidak bermanfaat atau tidak lagi mendatangkan keuntungan. Selanjutnya, persahabatan demi kesenangan berdasar pada apa yang menyenangkan dan dengan itu menemukan kegembiraan yang diharapkan. Persahabatan jenis ini cepat runtuh, ketika kesenangan yang diharapkan itu tidak tercapai. Persahabatan ini memiliki kesamaan dengan persahabatan karena kegunaan.  

Itu makanya dalam politik orang sering berkata: “Tidak ada sahabat sejati, yang ada adalah kepentingan sejati”. Sehingga lawan bisa jadi kawan demikian sebaliknya, tergantung kepentingan mana yang lebih diutamakan.

PERSAHABATAN DALAM KONTEKS KEKRISTENAN

Persahabatan dalam konteks kekristenan merupakan relasi mulia. Abraham mendapat sebuah kehormatan dengan disebut sebagai sahabat Allah (Yakobus 2:23b).  Selain itu, Daud dikatakan sebagai seorang yang berkenan di hati Allah (1 Samuel 13:14), ini adalah salah satu cara mengatakan bahwa Daud adalah seorang sahabatNya.

Persahabatan antara Yonatan dengan Daud begitu indah dan luar biasa. Yonatan menghadapi tantangan serius dari Saul ayahnya yang sangat marah bahkan memaki-makinya  karena kesetiaan dan persahabatannya dengan Daud. Yonatan harus mempertaruhkan nyawanya sekalipun untuk mengasihi Daud.  Yonatan mengakui bahwa Daud lah, dan bukan ayahnya, yang diurapi Allah sebagai raja. Ketika mendengar berita kematian Yonatan, Daud berpuasa dan meratap dengan mengatakan: “Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan.” ( II Samuel 1:26);

Yesus menyebut murid-murid-Nya adalah sahabat-Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:13;15).

KWALITAS SEORANG SAHABAT

Seorang sahabat menerima satu sama lain, baik  kelebihan maupun kekurangannya. Mereka saling berbagi, baik di hari-hari yang indah maupun saat-saat duka. Kualitas inilah yang memisahkan seorang teman biasa dan seorang sahabat. Persahabatan  dan kasih adalah dua hal yang tak terpisahkan. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran" (Amsal 17:17). 

Unsur yang terutama dalam kasih adalah memberi, memberi berarti ada sesuatu yang berharga (bernilai) berkurang dari diri kita.  Sering disebut dengan “berkorban” bisa dalam bentuk waktu, tenaga, harta, harga diri, bahkan nyawanya sekalipun. Kristus memberikan teladan dalam hal ini: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan (memberi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

Saat-saat mengalami kesulitan, siapa yang berada di samping anda? Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai? Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa? jawabannya dia lah sahabat baik Anda.

Seorang  sahabat bisa diajak bertukar pikiran atas suatu masalah yang rumit. Masukan dan pemikiran sahabat dapat memperluas wawasan sehingga menolong saat pengambilan keputusan. Karenanya, orang yang dijadikan sahabat seharusnya adalah seorang yang memiliki kualitas hidup tertentu. 

Banyak orang tergoda untuk bersahabat dengan orang-orang yang punya pengalaman hidup serupa (biasanya pengalaman hidup yang negatif karena merasa senasib). Jika untuk berteman saja kita melakukan seleksi, apalagi jika ingin membangun persahabatan! Pilihlah sahabat anda yang memiliki hidup teruji yang dapat menjaga kehidupan sahabatnya.

Seorang sahabat tidak pernah memanipulasi hubungan demi kepentingannya sendiri, sebaliknya rela berkorban demi kepentingan sahabatnya. Itu sebabnya ketulusan, keterbukaan, dan kemampuan untuk berempati harus dimiliki setiap orang yang ingin membangun sebuah persahabatan yang langgeng. Alkitab berbicara tentang persahabatan yang tidak memiliki batasan. “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu” (Amsal 17:17). Dan “ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara” (Amsal 18:24).  Yesus yang kita sembah adalah Tuhan dan Raja sekaligus Sahabat kita. Dia berjanji tidak akan meninggalkan ataupun mengabaikan kita (Ibrani 13:5).

Sahabat sejati akan setia sampai akhir. Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup menuju keintiman, tetapi juga menuju persahabatan. Hubungan suami istri menjadi tidak maksimal seperti yang Tuhan rindukan, apabila mereka tidak bisa menjadi seorang sahabat. Hubungan persahabatan lebih dari hubungan asmara. Jika melihat hubungan suami istri hanya sebagai hubungan asmara akibatnya mereka hanya membangun hubungannya sampai di permukaan saja. 

Siapakah yang lebih mengenal diri kita selain sahabat kita? Terkadang seorang sahabat akan berbagi banyak hal yang tidak pernah dibicarakan dengan keluarganya. Untuk itulah suami istri harus menjadi sahabat, karena mereka tidak boleh merahasiakan sesuatu. Ketika masalah datang, mereka tidak saling menyalahkan, tetapi mereka mengasihi “apa adanya” bukan “ada apanya.” Mereka saling memperhatikan dan menemukan dunia kebahagiaan, dalam seluruh kasih yang tulus.

Amanda Bradley  pernah berkata “Pernikahan yang terbaik dibangun atas dasar persahabatan, menghadapinya bersama-sama, saling bergandengan tangan, mengarungi kehidupan, baik suka maupun duka. Mereka tidak takut untuk saling berbagi perasaan-perasaan dari hati yang terdalam, dan saling menghormati kebutuhan satu dengan lainnya.”

Persahabatan tidak cukup hanya berkenalan dengan seseorang, demikian juga persahabatan kita warga jemaat sebagai mempelai wanita dengan Yesus sebagai mempelai laki-laki hendaknya tidak hanya sebatas mengenal, melainkan mengerti isi hatiNya, lalu bertindak sesuai dengan perkataanNya. 

Hidup haruslah memberi dampak untuk memenuhi amanat Agung Kristus Yesus. Persahabatan kita dengan Yesus bukan hanya ketika kita dalam kesukaran dan butuh pertolongan-Nya. Totalitas kehidupan kita harus mencerminkan, bahwa kita benar-benar sahabatNya. Karena itu setiap persahabatan yang kita rajut dengan siapapun, janganlah hanya didasari kepentingan semata, tetapi lebih dari itu bisa memberi dampak untuk memenuhi amanat Agung. Tetap Semangat dan Antusias, Tuhan Yesus Memberkati.


Medan, 10 Februari 2014



Derman P Nababan, S.H.,MH

- Hakim & Mediator pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

-    Ketua DPC GAMKI Kota Medan

Saksikan Video Clip Pelayanan Persahabatan Kami dengan Orang Rimba (Suku Anak Dalam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesaksian Aktor Pemeran The Passion Of The Christ

Kisah Nyata Missionaris David Flood dan Svea di Zaire

KESOMBONGAN MENDAHULUI KEHANCURAN