SAYA BUKAN PEMBANGKANG IMAN

BUKAN TAKUT, BUKAN TIDAK BER-IMAN

Sejak kasus merebaknya Corona Virus Disease 2019 (disingkat COVID-19), saya berusaha untuk menahan diri, tidak mem-posting berita, mem-forward tautan sosial media maupun mengomentari berita penyebaran korban virus korona ini di laman sosial media yang saya miliki.

Saya pikir, “Kasus ini bukan bidang keahlian saya, jangan-jangan link berita yang saya posting maupun share justru dapat menimbulkan kepanikan dan ketakutan kepada pembacanya.” Padahal ketika orang panik dan takut, justru saat itulah tingkat imunitas tubuhnya menurun, memudahkan virus apapun bisa menyerang tubuh seseorang.

Karena itu, bijaklah ber-sosial media, saring sebelum sharing! Jangan latah!

Bukan tidak peduli, sebaliknya sangat peduli. Dalam berbagai kesempatan dan interaksi dengan sesama teman di kantor, teman pelayanan, istimewa keluarga, saya selalu menganjurkan pola hidup sehat dengan mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan oleh Pemerintah.  Betapa penting upaya pencegahan penyebaran virus corona, terhadap diri, keluarga dan komunitas. Di atas semuanya itu, tentunya dalam doa selalu mohon perlindungan dan penyertaan Tuhan. “Ora et Labora” berdoa sambil bekerja.

Selain menjalankan roda pemerintahan, tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah mensejahterakan hidup rakyatnya. Salah satunya, memastikan hidup setiap orang yang berdiam di wilayah negaranya sehat secara jasmani maupun rohani. Namun, tanggung jawab itu tidak hanya berada di pundak pemerintah. Tidak mungkin pemerintah sendirian mengemban itu, tanpa dukungan tokoh masyarakat, tokoh adat, istimewa tokoh agama. Tokoh agama lebih didengar oleh umatnya, karena berkaitan dengan pemberitaan janji “kekekalan” (kehidupan setelah kematian).

Tokoh agama, selalu mengkampanyekan berita keselamatan, kebaikan yang dilandasi oleh Iman. Iman adalah dasar pengharapan, dan bukti dari sesuatu yang belum kelihatan. Iman terpatri dalam lubuk hati yang terdalam. Iman menggerakkan dan menggairahkan seseorang untuk bertindak, walaupun sulit diterima akal sehat.

Dalam upaya pencegahan meluasnya virus ini, Pemerintah Pusat maupun Daerah telah membuat rencana mitigasi dengan intruksi untuk meliburkan kampus dan sekolah-sekolah. Mengapa harus diliburkan? Penyebaran virus baru yang telah menggegerkan dunia ini terjadi karena adanya kontak fisik, atau jarak yang terlalu dekat. Dunia anak-anak ataupun remaja, memang tanpa sekat. Makanan dan minuman pun, mereka sering berbagi. Beda dengan orang dewasa, yang cenderung “jaim”.

Selain meliburkan kampus dan sekolah, pemerintah juga menganjurkan supaya rapat umum, pertemuan akbar, pertemuan ibadah keagamaan yang sifatnya mengumpulkan banyak orang untuk sementara ditiadakan. Pemerintah tidak bermaksud mengintervensi pelaksanaan ibadah agama apa pun.  Semata-mata, hanya untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang menginveksi saluran pernafasan manusia ini, melalui jaga jarak “social distancing”. 

Meresponi sikap Pemerintah, berbagai tokoh agama ataupun pemimpin lembaga agama menyahutinya dengan meniadakan pertemuan ibadah, menggantinya dengan ibadah on line, atau live streaming, ibadah keluarga di rumah masing-masing. Pesta adat pernikahan pun banyak yang ditunda, untuk waktu yang tidak ditentukan, padahal wisma adat sudah di-booking, undangan sudah disebar. Banyak calon pasangan suami istri harus menunda bulan madu yang mereka nantikan jauh-jauh hari. Suatu sikap terpuji akan pentingnya gerakan bersama demi kemaslahatan hidup banyak orang.

Namun tidak sedikit di antara tokoh agama yang resisten. Mereka berkata “Masa, lebih takut kepada virus Corona daripada Tuhan?” Mereka berpendapat dengan tidak melakukan ibadah sebagaimana biasa, telah memungkiri iman percayanya. Miris memang, mereka mengeluarkan jurus “ayat” untuk mendukung “imannya” (lebih tepat sikapnya). Jadi, kayak “perang ayat” saja.

Yang lebih aneh, ada yang mengkampanyekan “keteguhan imannya" di sosial media. Sehingga menimbulkan perdebatan panjang para netizen.

Benar, mereka bukan orang takut, mereka orang beriman. Tetapi mereka perlu tahu, bukan hanya mereka saja yang beriman, bukan hanya mereka yang tidak takut. Ada jutaan, bahkan bermilyard manusia beriman dan berdoa setiap hari supaya virus yang sudah menjadi pandemi ini tidak semakin meluas penyebarannya. Tetapi orang lain yang juga beriman itu melakukan langkah-langkah konkrit.

Kita harus berpikir holistik. Bagaimana cara penyebaran virus yang pertama dilaporkan ke WHO ini tanggal 31 Desember 2019, pertama sekali menjangkiti manusia dari sebuah pasar tradisional Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Virus ini tidak beterbangan (jarak jauh) di udara seperti partikel bebas, tetapi menyebar melalui adanya kontak fisik dengan orang yang sudah terjangkit. Bisa juga melalui bersin orang yang terinfeksi, melalui benda-benda yang biasa dipakai, dipegang atau ditempati banyak orang. Makanya tempat umum seperti loket bandara, pelabuhan dan kereta api maupun perkantoran rutin disemprot dengan disinfektan.

Mengapa harus menghindarkan diri dari pertemuan dengan orang banyak? Biasanya orang yang baru terinfeksi virus ini tidak menyadari kalau dalam dirinya sudah ada virus. Dengan sendirinya, orang lain yang bersentuhan dengan dia, atau benda yang baru dipegangnya bisa menjadi sarana penyebarannya juga. Makanya, jika seseorang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19, langsung diisolasi, dikarantina di rumah sakit atau tempat tertentu dengan perawatan yang memadai, supaya tidak menyebar.

Pencegahannya, tidak hanya mengandalkan iman, dibutuhkan langkah strategis. Iman seharusnya tidak ditempatkan di ruang hampa. Jika sudah mengetahui ada suatu ancaman malapetaka, maka seorang beriman harusnya berjaga-jaga. Berjaga-jaga bukan hanya dalam doa. Tetapi berperan aktif memutus mata rantai penyebaran malapetaka itu. Virus ini bisa menjangkiti siapa saja, tanpa pandang bulu. Virus Corona juga bisa menyebar di ruang tempat ibadah.

WHO telah merekomendasikan supaya menghindari kontak dekat dengan penderita deman dan batuk (walaupun belum tentu karena terinfeksi Corona), sering mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer (cairan pembersih campur alkohol). Jika seseorang batuk, demam dan sesak nafas wajib memeriksakan diri ke dokter dan pakai masker.

Benar, kuasa Tuhan di atas segalanya. Tetapi Tuhan juga mengajarkan supaya manusia berakal budi dan memiliki pengetahuan. Maka ilmu kedokteran sepanjang abad peradaban manusia telah banyak menyelamatkan nyawa manusia dari berbagai bentuk penyakit. Ilmu pengetahuan juga bersumber dari Tuhan.

Jadi, jika mereka melakukan ibadah on line, live streaming atau ibadah di rumah saja, bukan berarti mereka takut, apalagi tidak beriman. Tetapi iman mereka telah menjadi berkat bagi sesama. Iman seharusnya menjadi solusi. Janganlah sebaliknya menjadi "pembangkang iman".

Orang beriman punya tanggung jawab untuk berperan memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 ini, tidak cukup hanya berdoa saja. 

Keep Social Distancing. Physical Distancing. 
Jadilah bijak, tetap tetap semangat dan antusias.

(Derman P. Nababan)





Komentar

  1. Saya setuju,Tuhan memberkati dan melindungi kita semua

    BalasHapus
  2. Setuju amang....beriman itu juga berpengetahuan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih, anda telah mengunjungi web ini, kiranya menjadi berkat. Silahkan di share untuk kebaikan bersama.

Postingan populer dari blog ini

Kesaksian Aktor Pemeran The Passion Of The Christ

Kisah Nyata Missionaris David Flood dan Svea di Zaire

KESOMBONGAN MENDAHULUI KEHANCURAN